Tus Kuncung, Qori Nasional Pertama Asal Banten, Pernah Menjadi Imam Solat Subuh Buya Hamka

- Senin, 2 Agustus 2021 | 10:27 WIB
Tus Kuncung, Qori Nasional Pertama asal Banten (Syair Asiman)
Tus Kuncung, Qori Nasional Pertama asal Banten (Syair Asiman)

NEWSmedia - Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Adagium tersebut sangat masyhur di telinga anak bangsa, namun masih asing di tingkat pengamalan. Bangsa kita terbukti sering mudah lupa, termasuk tentang para pelaku sejarah di lingkungannya dan (tentu saja) yang ikut membesarkannya. Salah satunya tentang Tus Kuncung, qori nasional pertama asal Banten.

Tubagus Wasi’ Abbas atau lebih dikenal dengan sapaan Tus Kuncung, merupakan salah seorang pelaku sejarah yang masyhur pada zamannya. Ia bukan saja berhasil mengharumkan nama Banten di panggung nasional lewat alunan Alquran, tapi juga menuntun masyarakat Banten ketika itu menjadi komunitas yang cinta Alquran.

Sekitar era 70-an, siapa yang tidak kenal Tus Kuncung. Suaranya yang merdu, mengantarkanya sebagai salah seorang peserta pertama dalam sejarah Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Nasional yang diselenggarakan di Medan. Ketika itu ia mewakili Jawa Barat.

Baca Juga: Fraksi PKS DPRD Banten Tolak Pengadaan Laptop Merah Putih

Pria kelahiran 1930 di Kasunyatan Kasemen, Serang ini memiliki segudang pengalaman soal belajar dan mengajarkan Alquran. Para santrinya tersebar di berbagai pelosok negeri, dari guru ngaji di kampung-kampung sampai qori tingkat internasional.

Dalam perjalanannya sebagai qori, ulama yang menguasai Bahasa Belanda dan Arab ini sempat bertemu dengan sejumlah tokoh nasional seperti Presiden Soekarno dan Hamka. Pertemuan dengan dua tokoh tersebut menyisakan kenangan tersendiri di hati putra pasangan KH. Tubagus A. Abbas dan Hj. Nyi Mas Uryan ini.

Baca Juga: Kenapa Spesifikasi Laptop Merah Putih Tidak Sesuai dengan Harga Rp10 Juta? Begini Penjelasannya

Semasa hidupnya, suami Hj. Siti Junaedah dikenal sebagai orang tua yang sangat jarang sakit. Ketika usianya menginjak 75 tahun, ia tampak masih perkasa. Pancaindranya masih berfungsi normal. Ia, misalnya, masih mampu mengingat tahun-tahun bersejarah dalam perjalanan hidupnya.

Ia juga masih hafal nama sejumlah qori yang seangkatan dengannya. Tentang kelebihan ini, ia pernah bebagi rahasi.

“Saya tidak punya resep khusus untuk menjaga stamina, termasuk olahraga. Hanya saja, saya membiasakan ngederes Alquran. Saya selalu mengupayakan agar setiap dua bulan hatam (tamat) Alquran. Tapi itu juga tergantung kegiatan, kalau lagi sibuk bisa tiga bulan baru hatam,” ungkap alumnus Pondok Pesantren Alquran Caringin Labuan ini, saat masih hidup.

Baca Juga: Peserta Vaksin di Pandeglang Dapat Kadeudeuh dari Wantimpres, buat Beli Pulsa Internet untuk Belajar

Pendiri Pesantren Alquraniyah Banten Lama ini dikaruniai delapan anak, masing-masing (Alm) KH. Tubagus Hafidz Al Abbas, Tubagus Ismetullah Al Abbas, H. Tubagus A. Sadzili Wasi, Ratu Masmudah, Tubagus A. Abbas Wasee, Ratu Lailatul Qomariyah, Tubagus A. Khotib, dan Ratu Mamah Musawwamah.

Sejak 1980 ulama kharismatik ini lengser keprabon, memilih menjadi “guru bangsa yang baik”. Meski sesekali masih menerima tamu, namun roda kepemimpinan Pesantren Alquraniyah diserahkan kepada anaknya, H. Tubagus Hafid. Karena “pewaris” kepemimpinan pesantren ini wafat di usia muda, ulama yang mudah akrab ini menunjuk KH. Tubagus Sazili sebagai penerusnya.

Santri kesayangan KH. Tubagus Syihabuddin Makmun Caringin ini sudah mendalami ilmu qiroat masih usia anak-anak. Dasar-dasar qiroat dipelajari dari orangtuanya. Kebetulan selain menjadi naib (penghulu), orang tua Tus Kuncung juga seorang hafizd (penghafal Alquran).

Halaman:

Editor: Syair Asiman

Tags

Artikel Terkait

Terkini