Lama kelamaan, jumlah orang yang bisa dan mau mengaduk dodol pun berkurang. Biaya pembuatan juga membengkak karena harus mengupah pekerja tambahan untuk mengaduk adonan dodol.
"Orang sekarang enggak akan mau. Capek, panas, berat," ucapnya.
Salah satu saudaranya juga memilih untuk berhenti membuat dodol karena enggan melewati proses rumit nan melelahkan. Kerabatnya memilih untuk membeli saja dari Kinah.
"Orang yang enggak semangat, kurang rajin, enggak akan mau (ngaduk dodol, red.). Tapi ini kan kue kita. Jangan sampai dodol kita hilang. Kata orang tua dulu, ini kue adat. Harus ada," tutur dia.
Kinah merasakan betul perubahan zaman yang memberinya kemudahan di sisi teknologi, tapi di sisi lain berpengaruh pada sumber daya alam.
Dahulu, biaya membuat dodol lebih murah karena sebagian besar bahan baku ada di kebun sendiri. Tapi semuanya masih manual, belum ada mesin "ini itu" yang bisa mengolah bahan baku secara cepat. Kelapa harus diparut satu per satu. Beras ketan ditumbuk dengan alu dan lumpang. Tungku penyangga kuali dibuat dari bonggol pohon pisang.
"Sekarang enak, ada mesin penggiling kelapa, tungku pakai semen pasir. Dulu repot banget dah," katanya dengan logat Betawi yang kental.
Memang banyak yang berubah, tapi Kinah tetap mempertahankan arang untuk memasak dodol Betawi agar rasanya lebih gurih dan wanginya lebih menggiurkan.
Pemali
Konon ada pemali alias pantangan yang harus dipatuhi agar dodol Betawi hasilnya bagus. "Boleh percaya, boleh tidak. Tapi begitulah kata orang-orang zaman dulu," kata Kinah.
Orang zaman dulu juga percaya bahwa pembuat dodol Betawi harus makan sirih agar kuenya bagus, meski ini tidak diterapkan anak-anak Kinah yang tidak terbiasa mengunyah sirih.
Selain itu, membuat dodol tidak bisa sembarangan kapan saja. Ada perhitungan tersendiri selayaknya memilih tanggal untuk mengadakan pesta pernikahan. Yang pasti, dalam sepekan seseorang sebaiknya hanya membuat dodol maksimal dua kali.
"Kalau tiap hari ya kecapekan juga," seloroh Salmah.
Suatu momentum seru dan kocak saat membuat dodol adalah "meminta janji tertentu" dari adonan. "Misalnya pas baru masukin tepung pakai janji. Kue, mateng lo jam tiga, kalo enggak mateng gue ceburin ke kali," kata Salmah.
Seloroh itu sering ditimpali oleh anggota keluarga lain, "Di sini memangnya ada kali?"