NEWSmedia - Ketahanan nasional yang tangguh berperan sangat strategis terutama dalam aspek politik dan keamanan, khususnya pada pelaksanaan Pemilu 2024.
Persoalan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 menjadi pembelajaran bagi bangsa, bagaimana praktik intoleransi menjadi hal yang sering dipertontonkan ke publik dan menjadi media memperoleh dukungan suara.
Demikian pernyataan Staf Ahli Menkopolhukam Bidang Ketahanan Nasional, Marsekal Muda TNI Oka Prawira pada Rapat Koordinasi Isu-isu Strategis Tentang Penguatan Ketahanan Nasional Aspek Politik dan Keamanan Dalam Menunjang Pelaksanaan Pemilu 2024 di Sentul, Jawa Barat, Kamis, 28 Juli 2022 kemarin.
“Tantangan dalam penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 tidak akan mudah baik secara materi maupun non materi," kata Oka, dikutip Newsmedia dari laman Menko Polhukam pada Jumat, 29 Juli 2022.
Oka memprediksi bahwa tensi politik akan meningkat dengan diselenggarakannya Pemilu 2024 yang dilakukan secara serentak.
"Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan 542 kepala daerah provinsi/ kabupaten/ kota, dan pemilihan legislatif yang memperebutkan 575 kursi di DPR RI, 19.817 kursi DPRD provinsi/kabupaten/kota, dan 136 kursi DPD,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan Kabaintelkam Polri, tantangan yang dihadapi menjelang Pemilu 2024 yaitu terkait masalah terorisme, radikalisme dan intoleransi.
Intoleransi politik muncul secara intens dimulai pada saat pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017, setelah itu merambah ke ranah Pilpres 2019, dan tumbuh berkembang di pesta demokrasi level daerah bahkan sampai dengan tingkat desa.
“Intoleransi warga dalam politik terus meningkat seperti halnya warga muslim keberatan jika non-muslim menjadi pemimpin pemerintahan pada berbagai tingkat, dan warga pribumi keberatan jika ada pemimpin yang berasal dari luar entitas mereka," katanya.
Baca Juga: Nama Ketua DPC Partai Demokrat Provinsi Banten Terbaru 2022, Ini Pesan Iti Octavia Jayabaya
"Bahkan, intoleransi berbalut SARA menjadi alat politik baru untuk memperoleh kekuasaan tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkannya,” lanjut Oka.
Menurutnya, intoleransi yang terjadi di tahun politik menjadi hal yang harus serius diperhatikan oleh Pemerintah dan masyarakat karena dampaknya bukan hanya pada saat pelaksanaan pemilu saja, tetapi juga dampak jangka panjang, dan jika dibiarkan maka dapat menjadi pola dan modus politik negatif di masa depan.
Terlepas dari siapa pun yang melakukan intoleransi, lanjutnya, kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan dan tidak dapat dibenarkan karena dapat merusak rasa kebangsaan sebagai negara yang plural.
Artikel Terkait
Sekolah Demokrasi HMI Gelar Kursus Kepemiluan, Sanusi: Politik Harus Menyentuh Anak Muda
Elektabilitas AHY Mencapai 11,6 Persen di Survei Litbang Kompas, Demokrat: Kuncinya Konsisten Membantu Rakyat
Ganjar Pranowo Calon Presiden Terkuat pada Pilpres 2024, Ungguli Prabowo: Cek Fakta Dua Lembaga Survei Ini
Nama Ganjar Pranowo Tenggelam di Dua Lembaga Survei, Cek Siapa Kandidat Terkuat Calon Presiden 2024
Siapa Calon Presiden PDIP di Pilpres 2024, Simak Hasil Survei Tokoh Politik Partai Moncong Putih
Pendiri Cyrus Network Berani Taruhan Alphard! Anies Baswedan Diprediksi Gagal jadi Capres di Pilpres 2024
Demokrat Banten Targetkan Perolehan Suara Peringkat 2 Nasional, Usung AHY Capres 2024